Popular Posts
Mengenai Saya
Blogger templates
Menulis Untuk Peradaban
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
Text Widget
About me
Ibu Rumah Tangga, Dosen, Pebisnis online, Blogger, Konsultan IndScript dan Anggota Institut Ibu profesional
Blog Archive
-
▼
2017
(49)
-
▼
April
(16)
- ANDAI AKU BISA MEMILIH BAPAK
- Mengenal Gaya Belajar Auditory
- Mengenal Gaya Belajar Sendiri
- Kartini Tidak Ajarkan Emansipasi Liberal?
- Enam Peluang Bisnis Pertanian yang Menjanjikan
- 4 Jurus Antigalau Saat Jodoh Tak Kunjung Datang
- Kiat Sukses Menyelesaikan Tugas Akhir
- Aliran Rasa Game Level#3 “My Project My Family”
- Meraup Rupiah dari Bisnis Baut
- 4 Cara Mengurangi Kebiasaan Mengeluh
- Projek Membasmi Tikus Sawah
- Database Bisnis
- Merapihkan Pencatatan Keuangan
- Projek Pengembangan Warung
- Belajar Memasak
- Projek Membersihkan Rumah
-
▼
April
(16)
Categories
- #Gameslevel2#Melatihkemandirian#Kelasbunsayiip
- Agribisnis
- Alumni Sekolah Perempuan
- Artikel
- Baby Zea
- Bisnis
- Bunda Sayang
- catatan merah jambu
- Ceritaku...
- Dakwah
- Gaya Belajar Anak
- Ibu Profesional
- IIP
- Kelas Bunda Sayang IIP
- Lomba Nulis SP
- Matrik Ibu Profesional (MIP) Batch #2
- Muslimah
- My Familly My Team
- Review Artikel
- Tips ngatur keuangan
Labels
- #Gameslevel2#Melatihkemandirian#Kelasbunsayiip
- Agribisnis
- Alumni Sekolah Perempuan
- Artikel
- Baby Zea
- Bisnis
- Bunda Sayang
- catatan merah jambu
- Ceritaku...
- Dakwah
- Gaya Belajar Anak
- Ibu Profesional
- IIP
- Kelas Bunda Sayang IIP
- Lomba Nulis SP
- Matrik Ibu Profesional (MIP) Batch #2
- Muslimah
- My Familly My Team
- Review Artikel
- Tips ngatur keuangan
Pages
Flickr Images
BTemplates.com
Feedjit
Kamis, 20 April 2017
Setiap tanggal 21 April
selalu identik dengan peringatan hari RA. Kartini. Masyarakat
berbondong-bondong untuk merayakannya. Mulai dari Anak TK sampai dengan
kalangan pejabat. Tapi sayangnya, peringatan yang dilakukan jauh dari
simbol-simbol yang diajarkan oleh Kartini. Peringatan tersebut hanya seputar perempuan
memakai kebaya dan bersanggul, lomba memasak dan sebagainya yang hanya seputar
simbol domestikasi perempuan.
Di Bulan April,
gaung emansipasi terdengar lebih keras,
karena Kartini dianggap sebagai pahlawan emansipasi perempuan. Padahal
emansipasi sebenarnya diilhami dari gerakan feminisme dari Barat . Pada abad
ke-19 muncul benih-benih yang dikenal dengan feminisme yang kemudian terhimpun
dalam wadah Women’s Liberation
(Gerakan Pembebasan Perempuan). Gerakan ini berpusat di Amerika Serikat,
gerakan ini bertujuan untuk menuntut kesamaan hak serta kebebasan dan kemandirian
bagi perempuan.
Pada Tahun 1960, isu
feminisme berkembang di AS. Tujuannya adalah untuk menyadarkan kaum perempuan
bahwa yang dilakukan di sektor domestik (rumah tangga) merupakan hal yang tidak
produktif. Kemunculan isu ini karena diilhami oleh buku Betty Freidan (1963)
yang berjudul “the feminism mystique”.
Freidan mengatakan bahwa peran tradisional wanita sebagai ibu rumah tangga adalah
faktor penyebab wanita tidak berkembang kepribadiannya. Virus peradaban ini
kemudian terus menginfeksi tubuh masyarakat di dunia dan sampai ke Indoenesia.
Gencarnya kampanye
feminisme oleh penggiat feminisme tidak hanya terjadi di AS saja, akan tetapi
di seluruh negara di dunia. Negri-negri Islam pun tak luput dari serangan ide
tersebut. Seperti Fatima Mernissi (Maroko), Nafis Sadik (Pakitsan), Taslima
Nasreen (Banglades), Amina Wadud (Malaysia), Mazharul Haq Khan serta beberapa
tokoh Indonesia seperti Wardah Hafidz dan Myra Diarsi. Hal ini menunjukkan
bahwa ide feminisme laku di negeri muslim.
Dalam kampanyenya orang-orang
feminis sering menuduh bahwa islamlah biang keladi dari terhambatnya kesetaraan
gender, kemajuan, kebebasan dan kemandirian perempuan. Tuduhan ini sering
dilakukan baik secara terang-terangan maupun secara malu-malu. Meraka
mengganggap bahwa peran perempuan sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga
adalah peran yang rendahan dan tidak produktif. Perintah jilbab dan khimar
dalam islam dianggap sebagai pengekangan kebebasan dan ekpresi seorang
perempuan.
Dari sini kita jadi
bertanya, apakah benar RA. Kartini mengajarkan emansipasi bagi perempuan yang
biasa diklaim oleh para pengusung feminisme? Jika diteliti lebih lanjut, apa
yang diajarkan RA. Kartini pada dasanya adalah peningkatan harkat dan martabat
perempuan serta menuntut hak-hak perempuan yang memang itu sudah menjadi haknya
dan bukanlah emansipasi sebagaimana yang didengung-dengungkan oleh para
pengusung emansipasi di Barat.
Kita bisa melihat bahwa
dalam buku Kartini yang sangat fenomenal yang berjudul “Door Duisternis Tot Licht “ atau lebih dikenal dengan judul “Habis
Gelap Terbitlah Terang”. Dalam buku tersebut Kartini menuliskan kegelisahannya
menyaksikan perempuan Jawa yang terkungkung adat sedemikian rupa. Tujuan
utamanya adalah menginginkan kesetaraan hak pendidikan untuk kaum perempuan
dengan laki-laki, tidak lebih. Ia begitu prihatin dengan budaya adat yang
mengungkung perempuan kala itu untuk menuntut ilmu.
Hal tersebut dapat
dibuktikan dalam tulisan Kartini kepada Prof Anton dan Nyonya pada 4 Oktober
1902, yang isisnya, “kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan
anak-anak perempuan, bukan sekali-kali,
karena kami menginginkan anak-anak perempuan ini menjadi saingan laki-laki
dalam perjuanagn hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar
sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya menjadi
ibu, pendidik manusia yang pertama.”
Kartini berpendapat
bahwa ketika perempuan berpendidikan maka ini bisa menjadi bekal baginya untuk
mendidik anak-anak agar menjadi generasi yang berkualitas. Dalam buku yang
ditulis Kartini, Ia sangat tegas menentang adat istiadat yang kuat di
lingkungannya. Ia menganggap setiap manusia sederajat sehingga tidak seharusnya
adat istiadat membedakan berdasarkan asal keturunannya. Memang, pada awalnya Kartini
sangat mengagung-agungkan Kehidupan liberal di Eropa yang penuh dengan
kebebasan dan tidak dibatasi oleh adat-istiadat sebagaimana di Jawa. Namun
setelah Kartini mengenal Islam, pemikiran Kartini pun berubah. Kita dapat
menyimak pada komentar Kartini ketika bertanya pada gurunya, Kyai Sholeh bin
Umar, seorang Ulama besar dari Darat Semarang.
“Kyai, selama
kehidupanku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama
dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan
bualan rasa syukur hatiku kepada Allah. Namun aku heran tak habis-habisnya,
mengapa para ulama saat ini melarang keras penerjemahan dan penafsiram Al-Quran
dalam bahasa Jawa? Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia
dan sejahtera bagi manusia?”
Demikian
juga dalam surat Kartini kepada Ny Van Kol, 21 Juli 1902 yang berisi “moga-moga
kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama islam patut
disukai”. Selain itu Kartini mengkritik
peradaban masyarakat Eropa dan menyebutnya sebagai kehidupan yang tidak layak
disebut sebagai peradaban, bahkan ia sangat membenci Negara Barat. Hal ini
diindikasikan dari surat Kartini kepada Abendanon, 27 Oktober 1902 yang isinya
berbunyi, “Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu
benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, apakah
Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal
bahwa di balik sesuatu yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal
yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?”
Demikianlah
Perjuangan dari Kartini, mengajak perempuan memegang teguh ajaran agamanya dan
meninggalkan ide kebebasan yang menjauhkan perempuan dari fitrahnya. Refleksi
perjuangan Kartini saat ini sangat disayangkan karena banyak disalah artikan
oleh perempuan-perempuan Indonesia dan
telah dimanfaatkan oleh pejuang-pejuang feminisme untuk menipu para perempuan, agar
mereka beranggapan bahwa perjuangan feminisme memiliki akar di negerinya
sendiri, yaitu perjuangan Kartini. Mereka berusaha untuk menyaingi kaum
laki-laki dalam berbagai hal, yang kadang kala sampai di luar batas kodrat
sebagai perempuan. Tanpa disadari perempuan Indonesia telah diarahkan kepada
ide kebebasan ala barat dari sistem kapitalisme yang sebenarnya menghinakan dan
merendahkan martabat perempuan itu senidiri.
Oleh karena itu, upaya
meneladani RA. Kartini bukanlah dengan ikut serta menyebarkan ide-ide feminisme
yang digembor-gemborkan Barat, tapi dengan berusaha menerapkan syariat Islam.
Yang sudah terbukti selama 13 abad silam
memulian perempuan. Sehingga sekarang sudah saatnya perempuan berjuang
untuk menerapkan kembali syariat islam secara kaffah sebagai wujud ketakwaan
dan keimanan kita kepada Allah SWT. Karena hanya dengan sistem islam saja
perempuan bisa dimuliakan.
Label:
Artikel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar